Dulu sebelum beriman, saya memandang Muslimah berkerudung berjilbab dengan pandangan jijik, lengkap dengan cap munafik, dan beragama fanatik
Lalu melihat orang yang beragama itu sebagai sebuah kesia-siaan, sesuatu yang tak ada gunanya, tidak berdampak langsung dan memberi manfaat
Obsesi saya segala sesuatu yang tampak oleh mata, kekayaan, ketenaran, dihornati, dielu-elukan. Harta, tahta, kata, wanita. Itu yang paling penting
Saya iri dengan mereka yang lahir di Jepang, atau mereka yang ditakdirkan jadi warga Amerika, atau minimal ingin jadi warga Eropa, mereka keren
Mengapa semua itu bisa terjadi pada saya? Sebab saya belum beriman. Sulit bagi saya untuk memahami pengorbanan karena agama, mencintai agama
Konsep berbuat karena Allah bagi saya konyol waktu itu, manisnya pengorbanan dalam ibadah itu layaknya bualan bagi saya masa itu. Sebab belum lagi beriman
Maka sulit kiranya menjelaskan pada mereka, apa arti pilu di hati saat mendengar Al-Quran dinista, dianggap mengandung kebohongan dan alat kebohongan
Tidak hanya itu, mereka yang mengajarkan kebenaran Al-Quran dianggap rasis dan pengecut, penipu dan pembohong. Keimanan kita terusik sangat
Susah memang menjelaskan bahwa aksi #BelaQuran itu adalah manifestasi iman, sebab mereka yang tak beriman pasti tak paham. Mereka bilang ini hanya urusan uang
Sebab yang belum beriman, seperti saya dulu, hanya mengenal motivasi dunia yang terlihat mata. Sulit mereka diajak berpikir selepas dunia, motivasi ruhiyah
Iman itu tidak netral, dia pasti memihak. Maka sesiapa yang bicara dia netral dalam perkara penistaan agama, dia mesti penggombal, yang tak bisa dipercaya
Keimanan itu memberikan kecenderungan, dan kecenderungan kita menandakan keimanan kita. Dan dalam perkara penistaan ini, dimana posisi kita?
@Ust.Felix.Siauw